Biasanya, syair qasidah berisi tentang dakwah dan peringatan bagi umat Islam. Meski bukan warisan Nabi, qasidah yang digemari kebanyakan umat Islam Indonesiag ini identik dengan budaya Islam. Tapi, para penggemar qasidah, harus waspada. Pasalnya, sentuhan seni ala qasidah bisa dijadikan alat pemurtadan oleh para penginjil.
Salah satunya dilakukan oleh seorang penginjil asal lamongan, Jawa Timur. Ia merilis album qasidah Nasrani yang berisi enam lagu berbahasa Arab, dua lainnya berbahasa Indonesia dan Ibrani. Keenam lagu berbahasa Arab itu berjudul "Isa Almasih Qudrotulloh, Allahu Akbar, Laukanallohu Aba'akum, Isa Kalimatullah, Ahlan Wasahlan Bismirobbina, Nahmaduka Ya Allah".
Pada sampul kaset yang berdurasi 40 menit, terdapat hiasan kaligrafi khat Arab yang melingkari kata Ta'alau ilayya. Masyarakat awam bisa terkecoh dan menganggap sebagai kaligrafi al-Qur'an. Padahal, kaligrafi ini berbunyi :"Ta'alauu Ilayya ya jamili'al mu'tabiina watstsaqiilii al-ahmaali qa ana urihukum.". Kalimat ini adalah terjemahan bahasa Arab Injil Matius 11:28-30, "Marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu."
Dalam pengantarnya, sang vokalias yang mengaku sebagai mantan ustadz dari Lamongan itu menulis, "Syukron Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus karena begitu besar kasih karunia-Nya sehingga album ini bisa terselesaikan dengan baik tanpa halangan suatu apapun. Kami sangat berharap, dengan album bahasa Arab ini, bisa menjadi berkat untuk semua kalangan dan dapat dimengerti serta diterima oleh semua masyarakat. Selain daripada itu, dengan lagu bahasa Arab ini semoga bisa mengubah paradigma masyarakat akan kekristenan secara benar."
Jelas sudah, lagu Kristen berirama padang pasir ini bertujuan menjajakan ajaran Kristen dan doktrin Ketuhanan Yesus pada semua orang. Langkah ini salah besar, karena bertentangan dengan ajaran Yesus.
Pertama, Yesus tek pernah memerintahkan para muridnya untuk memanjatkan puji syukur padanya. Injil Lukas mengisahkan, seorang pengemis tuna netra di Yerikho yang disembuhkan Yesus dengan izin Allah hingga bisa melihat, bergembira dengan bersyukur pada Allah, bukan pada Yesus (Injil Lukas 18:35-43). Seluruh rakyat yang menyaksikannya pun turut memuji-muji Allah, bukan Yesus. Ketika memasuki kota Yerusalem dengan mengendarai keledai, Yesus diiringi murid-muridnya dengan gembira seraya memuji Allah, bukan Yesus (Lukas 19:35-37).
Para Nabi dalam Perjanjian Lama juga tak ada yang memanjatkan puji-pujian pada Yesus. Mereka hanya memuji dan bersyukur pada Allah. Nabi Daud mengajarkan untuk memuji Allah (I Samuel 25:32, Mazmur 41:14, mazmur 113:1, Mazmur 150:1). Selain itu, memanjatkan puji syukur pada Yesus nertentangan dengan Alkitab. "Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan" (Daniel 2:20)
Kedua, Yesus mewanti - wanti pada murid untuk menyebarkan ajarannya hanya pada domba-domba yang yhilang dari umat Israel. Mewartakan ajaran Yesus pada bangsa lain adalah sebuah penyimpangan di mata Yesus (Injil Matius 10:5-6)
Pada side A di mulai dengan lagu "Isa Almasih Qudrotulloh". Liriknya antara lain berbunyi, "Isa Almasih Qudrotulloh. Lianna fiihi a'laanallohu. Ana huwa thooriiqu walhaqqu walhabaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illa bib". Dalam album ini, kalimat tersebut diartikan : "Isa Almasih kekuatan Allah, di dalam dia nyata kebenaran-Nya. Akulah jalan, kebenaran dan hidup, tak seorangpun yang datang kepada Bapa kecuali lewat aku."
Penginjil menganggap, umat islam akan tertipu dengan hal - hal yang berbau Arab. Mereka berharap, umat Islam bisa digiring pada doktrin Kristen melalui "budaya Islam" sendiri. Padahal, umat Islam tak sebodoh itu. Umat Islam justru akan tertawa, mencibir lantunan sang penginjil ini. Apalagi, syair yang didendangkan menyalahi kaidah bahasa Arab.
Kata "al-qudrotu" dan "al-hayatu" yang seharusnya ditulis dengan huruf ta' marbuthph (tertutup) justru ditulis dnegan huruf ta' maftuhah (terbuka). Kata "almasiihu" ditulis tanpa memakain huruf "ya". Kata "ath-thoriiqu" yang seharusnya "ma'rifah" (definite) ditulis "nakirah" (indefinite). Kata "al-hayaatu" yang sudah jelas ma'rifat, dijadikan mudhof (disandarkan) pada dhomir (kata ganti) "hu" (dia). Ini membuktikan, pengakuan sang penginjil sebagai mantan ustadz layak diragukan kebenarannya.
Syair "Lianna fiigi a'laanallohu" yang diterjemahkan menjadi "di dalam dia nyata kebenaran-Nya", sama sekali tak jelas juntrungannya. Kata "a'laan" berasal dari "a'lana-yu'linu" yang berarti "mengumumkan". Kata "i'laan" berarti "pengumuman". Oleh bahasa Indonesia diserap menjadi "iklan". Maka "lianna fiihi a'laanallohu" tak bisa diterjemahkan dengan tepat karena akan menyalahi kaidah bahasa Arab. Dalam injil berbahasa Arab, syair ini terdapat dalam tulisan Paulus yang memusuhi Yesus. "Lianna fiihi mu'lanun birrullohi" (sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah). (Kitab Roma 1:17).
Syair yang paling fatal kerusakannya adalah "Ana huwa thoriiqu wal-haqqu wal-habaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illaa bib". Jika kalimat ini ditanyakan pada orang Arab, mereka tidak ada yang paham. Kalimat ini diambil dari Injil Yohanes 14:6 yang sangat populer di gereja. Dalam ayat ini, teks Arab yang benar adalah "ana huwa ath-thoriiqu wal-haqqu wal-hayaatu. Laisa ahadun ya'tii ilal aabi illaa bii".
Jika para penginjil tak mau disebut "Ente Bahlul", sebaiknya qasidah ini ditarik dari peredaran. (bersambung/sabili)
Rabu, Maret 04, 2009
Awas Qasidah Nasrani (1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.