Minggu, Maret 08, 2009

Adam Malik Dalam Selimut CIA

Telik sandi Amerika Serikat turut campur dalam berbagai pergolakan politik di tanah air. Bekas Wakil Presiden Adam Malik disebut-sebut sebagai bekas agen CIA tertinggi di Indonesia.

Buku baru, kontroversi baru. Itu terjadi tiap kali buku-buku yang membongkar rahasia masa lalu terbit di negeri yang konon tata titi tentrem kerta raharja ini. Silang pendapat bermunculan, pro-kontra terjadi, sehingga suasana panas dan perdebatan nyaris tak ada ujung pangkalnya. Padahal banyak di antara mereka yang asal bunyi karena kurang membaca.

Hal itu pula yang terjadi setelah buku berjudul Legacy of Ashes, The History of CIA, karya Tim Weiner, wartawan kawakan dari Koran The New York Times, beredar di Indonesia sebulan lalu. Maklumlah dalam buku itu, pemenang hadiah Pulitzer 2007 ini menggeber berbagai fakta keterlibatan Central Intellegence Agency (CIA), dinas intelejan AS itu di Indonesia.

Dengan jumlah 833 halaman, kiprah telik sandi AS di Indonesia yang dimuat di buku itu sebenarnya tidak terlalu panjang. Kisah-kisah itu tertuang hanya dalam satu bab --berisi lima sub bab dan satu sub bab. Total dalam edisi bahasa Indo-nesianya, hanya 24 halaman yang bercerita tentang sepak terjang mereka di tanah air. Namun isinya cukup meng-guncangkan publik awam.

Kisah spionase dalam buku bersampul merah yang diterjemahkan denggan judul Membongkar Kegagalan CIA ini terfokus pada dua isu utama. Pertama, operasi CIA tahun 1955 1958 ketika berupaya menjatuhkan Presiden Soekarno dan mendukung PRRI/Permesta (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta). Kedua, dukungan CIA dalam gerakan kontra kudeta tahun 1965.

Masyumi dan PRRI/Permesta

Kisah keterlibatan CIA dalam upaya menjatuhkan Soekarno sudah banyak diungkap penulis dari dalam dan luar negeri. Saat itu AS tak ingin Indonesia di-pimpin seorang Pre-siden yang condong ke pemikiran sosialis/ komunis seperti Soe-karno. Tapi yang menarik diungkapkan dalam buku Weiner adalah bahwa ternyata CIA ikut bermain dalam Pemilu 1955.

Di halaman 182 Weiner mengungkap fakta mengguncang, yakni, “CIA memom-pakan US $ 1 juta ke kantong musuh politik paling kuat Soekarno, Partai Masyumi, pada pemilihan umum parlemen nasional tahun 1955...” Tapi operasi gagal. Partai Nasional Indonesia (PNI) --partainya Presiden Soekarno menang, Masyumi menjadi runner up, sementara Partai Komunis Indonesia (PKI) di peringkat keempat dengan 16 persen suara.

Hasil pemilu 1955 mengkhawatirkan AS karena PKI kian kuat. Apalagi Soekarno makin bersikap oposisi terhadap AS dan tetap mengendalikan bandul politik di Indonesia. Karena itu.. “CIA terus membiayai partai-partai politik dan sejumlah tokoh politik di Indonesia.” Sayang buku itu tak mengungkap partai dan nama tokoh-tokoh partai yang mendapat bantuan dana CIA.

Namun keterlibatan CIA dalam pemberontakan PRRI/Permesta sangat transparan. Pada 25 September 1957, Presiden Eisenhower memerintahkan CIA menggulingkan Soekarno. Tiga misi mereka: mengirim senjata dan bantuan militer untuk para komandan militer anti-Soekarno; memperkuat determinasi, kemauan dan kepaduan para perwira pemberontak di Sumatera dan Sulawesi; serta mendukung dan mendorong agar mereka bertindak sendiri-sendiri atau bersama elemen non-komunis dan anti-komunis.

Tapi misi CIA gagal. Operasi dipatahkan komandan Angkatan Darat yang telah dilatih di AS, dan bahkan “Mereka menganggap diri mereka sebagai anak-anak Eisenhower,” kata Weiner. Mereka adalah para perwira yang pernah sekolah di General Staff and College di Fort Leavenworth, seperti Ahmad Yani dan Rukmito Hendraningrat. Misi CIA makin berantakan ketika Alan Pope, agen CIA yang juga pilot pembom B-52 ditembak jatuh di Ambon.

Menunggang Ombak

Keterlibatan CIA dalam pergantian kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru bukan rahasia lagi. Kedekatan beberapa jenderal korban G-30-S/PKI dengan AS juga bukan kisah baru. Begitu pula dukungan uang dan dokumen dari Paman Sam untuk memberangus PKI dan --tentu saja Presiden Soekarno. Namun baru kali ini kisah tentang keterlibatan mantan Wakil Presiden Adam Malik sebagai agen CIA tertinggi di Indonesia disebutkan terang benderang.

Sebelumnya catatan tentang keter-libatan CIA ditulis wartawan States News Service Kathy Kadane 18 tahun silam dengan judul CIA Menyusun Daftar Ke-matian di Indonesia. Dari hasil invest-igasi dia, daftar anggota PKI itu disiapkan Sekretaris I Kedutaan Besar AS di Jakarta saat itu, Robert J. Martens. Ada 5.000 nama dalam daftar CIA yang diserahkan ke tentara.

Kadane mendapatkan info dari Martens, bahwa selama beberapa bulan di tahun 1965 1966 ia memasok ribuan nama kepada Tirta Kentjana (Kim) Adhyatman, ajudan Adam Malik. Tahun 1990, saat ditemui Kadane di Indonesia Adhyatman mengaku menerima daftar nama anggota PKI itu dari Martens, kemudian diserahkan ke Adam Malik, lalu diteruskan ke Soeharto. Dalam buku Kadane, informasi tentang Adam Malik tidak istimewa.

Maka publik terkejut ketika Weiner mengungkapkan, “CIA memiliki seorang agen yang mempunyai posisi baik, Adam Malik, mantan Marxis berusia 48 tahun dan pernah mengabdi sebagai Duta Besar di Moskwa dan Menteri Perdagangan.” Apalagi ketika ia mengutip seorang agen handler CIA. “Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik,” kata Clyde McAvoy, pejabat tinggi CIA dalam wawancara tahun 2005.

Di halaman 330, terungkap bahwa McAvoy bertemu Adam Malik di Jakarta 1964, “Dia pejabat Indonesia tertinggi yang pernah kami rekrut,” ujarnya. Setelah sukses merekrut Adam Malik, McAvoy berkata, “Kami mendapat persetujuan untuk meningkatkan pro-gram operasi rahasia buat mendorong sebuah baju politis di antara kelompok kiri dan kanan di Indonesia...”

Pada Oktober 1965, Indonesia terpecah dua. CIA terus mengkonsolidasi lahirnya sebuah pemerintah bayangan, yakni tiga serangkai, Adam Malik, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan seorang perwira tinggi Angkatan Darat berpangkat Mayor Jenderal, Soeharto. Khusus untuk Adam Malik, CIA menyediakan uang tunai senilai Rp 50 juta atau sekitar US $ 10 ribu (ketika itu) untuk membiayai semua kegiatan gerakan Kap-Gestapu. Tapi ketika kisruh pasca G 30 S/PKI dipermasalahkan Kongres, yang dimotori Senator William Fulbright dari Arkansas, Duta Besar AS di Indonesia saat itu, Marshal Green, mengelak. Menurut dia, CIA sama sekali tak terlibat penggulingan Soekarno “Kami tidak menciptakan ombak-ombak itu. Kami hanya menunggangi ombak-ombak itu ke pantai,” kata Green.


Jangan Sampai Kewirangan

Karena menyangkut nama bekas Wakil Presiden, informasi ini tentu sangat mengejutkan. Para pejabat langsung menyatakan tak percaya. Wakil Presiden Jusuf Kalla misalnya. “Tak mungkin Pak Adam Malik menjadi apa yang ditulis itu (agen CIA),” ujarnya. Alasannya, dia pendiri Murba yang sosialis dan berbeda kepentingan dengan AS. Tapi Kalla lupa, Adam Malik pernah menyatakan diri keluar dari Murba.

Keluarga Adam Malik pun menyesalkan isi buku Weiner yang seolah menggambarkan Adam Malik berada dalam selimut CIA. Mereka meminta pemerintah mengklarifikasi. “Ini bisa mencederai kehidupan bangsa,” kata Antarini Malik, putri Adam Malik, pekan lalu. Tapi Sekjen PKS Anis Matta malah menganggap munculnya buku ini perlu diwaspadai karena berpotensi merusak hubungan baik Indonesia dengan Amerika Serikat.

Padahal, meski menyarankan agar Departemen Luar Negeri meminta klarifikasi resmi dari Pemerintah AS dan CIA, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi meminta agar pemerintah tidak reaktif dalam menanggapi isu Adam Malik agen CIA. “Kalau terlalu agresif nanti salah-salah kita bisa kewirangan. Kita bisa dibuat malu kalau ternyata informasi itu terbukti benar,” ujarnya.

Lewat sebuah e-mail, Weiner telah meminta maaf atas kontroversi ini. “Saya tak bermaksud menghina kenangan terhadap Adam Malik, terhadap keluarga atau rakyat Indonesia,” ujarnya kepada Beritajatim.com. Namun ia memastikan, buku itu dapat dipertanggungjawabkan, karena merupakan hasil kerja selama 20 tahun, berdasarkan lebih dari 300 wawancara, dan ribuan dokumen valid. “Buku ini bersifat on the record. Tak ada sumber tanpa nama, tak ada kutipan buta, dan tak ada gosip,” ujarnya.

Memang, jarang ada buku yang menulis secara komprehensif tentang kiprah CIA seperti buku ini. Sebab, buku ini adalah sari pati dari 50 ribu lebih dokumen, khususnya dari arsip-arsip CIA, White House, dan departemen luar negeri, yang telah dideklasifikasi, atau diumumkan kepada publik, setelah berlalu 35 tahun.

Maka bukan tak mungkin jika beberapa tahun nanti nama-nama agen, komprador, jongos, hingga cecunguk Amerika yang senang menjual Indonesia, hobi menggadaikan aset bangsa dan gemar mengkhianati ummat akan kita bisa lihat daftarnya nanti. Tinggal anak cucu mereka nanti yang harus menanggung malu karena tiba-tiba mendapat cap di dahi sebagai anak cecunguk Amerika. [Abu Zahra/www.suara-islam.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Jadwal sholat