Minggu, Maret 08, 2009

Obama Lebih Berbahaya daripada Bush

Dunia Islam Jangan Berharap Pada Obama.

Terpilihnya Barack Husein Obama sebagai presiden AS, semula diharapkan akan membuka lembaran baru sejarah hubungan antara dunia Islam dengan Barat terutama AS yang selama 8 tahun ini telah dinodai kebijakan Presiden George W Bush. Kebijakan luar negeri Pemerintahan Bush selama ini benar-benar sangat merugikan dunia Islam. Selain melakukan invasi militer ke Afghanistan dan Irak yang menimbulkan korban sipil satu juta jiwa, Bush juga menabuh bendera perang melawan terorisme, melalui program Againts Global War On Terorism (Perang Global Melawan Terorisme). Teroris yang dimaksud oleh Bush adalah Islam dan kaum muslimin.

Maka tidaklah mengherankan jika terpilihnya Obama disambut dengan antusias oleh dunia Islam. Bahkan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinedjad yang selama ini menjadi musuh besar AS, sempat mengirim surat ucapan selamat atas terpilihnya Obama. Namun ternyata jawaban Obama sungguh mengecewakan dan masih diliputi rasa kebencian terhadap negara para mullah tersebut. Memang selama ini dunia Islam termasuk Iran berharap terjadi perubahan dalam politik luar negeri AS yang semula agresif dengan lebih mengedepankan kekuatan militernya menjadi lebih lunak dan membangun hubungan kerjasama dengan dunia Islam.

Namun nampaknya harapan tersebut tinggal harapan kosong. Sebab kuatnya lobby Yahudi di AS yang menguasai posisi-posisi penting pada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, pers dan intelijen; menjadikan politik luar negeri AS sulit untuk berubah. Dengan semikian sebenarnya antara Bush dan Obama sama saja setali tiga uang. Jika dunia Islam amat berharap pada Obama, dapat diibaratkan keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) ke 42 bertajuk “Dunia Islam; Perlukan Berharap Pada Obama?”, yang diselenggarakan oleh Hizbud Dakwah Islam (HDI) dan Forum Umat Islam (FUI), di Gedung Intiland Tower, Jakarta, Rabu (26/11) lalu. Diskusi yang dipandu oleh M. Luthfie Hakim itu menghadirkan pembicara Ahmad Syafii Ma'arif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah), Jerry D Gray (mantan US Air Force), M Shoelhi (penulis buku “Diambang Keruntuhan AS”) serta Erma Pawitasari (alumnus Boston University USA).

Pengamat politik internasional dan mantan US Air Force, Jerry D Gray, berani memprediksi pemerintahan Obama akan lebih berbahaya sehingga menimbulkan kesulitan lebih besar bagi dunia Islam daripada pemerintahan Bush. “Kabinet Obama saja sudah menunjukkan lebih berbahaya daripada kabinet Bush. Terbukti Hillary Clinton yang sangat rasialis diangkat sebagai Menlu. Sedangkan Robert H Gates tetap dalam posisi sebagai Menhan. Saya kira baru kali ini dalam sejarah AS, Presiden berganti tetapi Menhan tetap menjabat”. Menurut Gray, Obama sangat pro Yahudi, dan memang setiap Presiden AS dapat lolos setelah mendapat rekomendasi dari sejumlah organisasi Yahudi AS seperti AIPAC, Shimon Weisental Foundation, Rochofeller Foundation, Ford Foundation dan sebagainya.

Bahkan dalam diskusi tersebut, mualaf yang juga instruktur selam itu berani memprediksi Obama akan memerintahkan invasi militer ke Iran untuk membungkam reaktor nuklirnya sekaligus menjatuhkan rezim Teheran. Hal itu dapat diindikasikan pada sebuah AIPAC Meeting di Washington, Obama pernah berucap: “Siapa musuh Israel juga musuh saya dan musuh AS. Sekarang musuh yang paling dekat adalah Iran”. Dengan komentarnya tersebut, Gray sangat yakin Iran akan dijadikan sasaran berikutnya setelah Irak dan Afghanistan.

Tidak hanya itu kejahatan Yahudi terhadap umat Islam. Sebagaimana yang tertulis dalam dokumen World Economic Report tahun 2000 yang dikutip Gray disebutkan, kaum Yahudi AS siap melakukan pembunuhan terhadap 2 miliar penduduk bumi non kulit putih dengan cara apapun, termasuk dengan cara lunak maupun keras seperti sterilisasi, invasi militer seperti Irak dan Afghanistan. Jika nanti Obama sampai memerintahkan invasi militer terhadap Iran, maka diprediksi korban jiwa akan berlipat-lipat daripada Irak dan Afghanistan yang mencapai satu juta jiwa, sebab sebab penduduk Iran tiga kali Irak.

Sebenarnya politik luar negeri Bush dan Obama hampir sama, seperti dalam persoalan Palestina, Irak, Sudan, Afghanistan, Iran dan Pakistan. Adapun yang berbeda persoalan Guantanamao dan Irak, di mana Obama bertekad akan menutupnya dan menarik seluruh pasukannya dari Irak dalam waktu 16 bulan. Untuk masalah Palestina, keduanya sepakat Yerusalem menjadi ibukota Israel yang tidak mungkin dirundingkan kembali. Sementara masalah Darfur Sudan, Obama dan Bush sama-sama menyalahkan pemerintahan Presiden Omar Hasan Al Bashir atas pembantaian di Darfur dan menghendaki diterjunkannya pasukan PBB ke Darfur. Obama dan Bush sepakat dihentikannya program nuklir Iran, penambahan pasukan ke Afghanistan untuk memerangi Taliban dan Al Qaeda serta keduanya setuju pemboman dengan rudal atas sarang-sarang Taliban dan Al Qaeda di wilayah Pakistan meski diprotes Islamabad.

Menanggapi berbagai argumentasi Jerry D Gray tersebut, Ahmad Syafii Ma'arif kurang setuju jika dunia Islam sudah menilai terlebih dahulu pada Obama padahal dirinya belum memerintah. Sebab menurut alumnus Chicago State University tersebut, sebenarnya dunia Islam sendiri tidak bersatu dalam menghadapi politik luar negeri AS. Terbukti Arab Saudi dan Kuwait justru mendorong invasi militer AS ke Irak, sementara negara Islam lainnya sama menentangnya. Selain itu faham politik dan teologi di dunia Islam juga berbeda-beda, dimana ada Sunni, Syiah dan Khawarij. Dengan demikian, Syafii menyarankan agar dunia Islam instrospeksi diri mengapa sekarang umat Islam dalam kondisi lemah, sehingga tidak perlu menyalahkan orang lain.

Namun argumentasi Syafii tersebut dibantah oleh Muhammad Shoelhi dan Erma Pawitasari. Sebab menurut Shoelhi, AS yang kapitalistik dan imperialistik serta Yahudi Israel yang zionis, selama ini selalu memusuhi dan berusaha menguasai dunia Islam yang kaya akan sumber alam. Sebab hal itu sesuai dengan ideologi zionis internasional yang berambisi menguasai dunia. Bahkan Shoelhi mengingatkan AS berusaha menjajah Indonesia pasca Proklamasi 1945 dengan membonceng Belanda dan Inggris.

Sementara Erma Pawitasari menyayangkan Syafii yang pernah belajar di Negara Paman Sam dan akhirnya menjadi corong AS. Padahal sebelum berangkat ke AS awal tahun 1980-an lalu, Syafii Ma'arif dikenal sebagai aktivis Islam yang ingin memperjuangkan tegaknya ideologi Islam di Indonesia. Namun setelah belajar ke AS semuanya berubah, Syafii Ma'arif lebih dikenal sebagai pendukung demokrasi, liberalisme dan pluralisme. “Kalau kita tidak punya demokrasi dan pluralisme, lalu kita akan punya apa?”argumen murid Fazlurrahman tersebut.

Menurut Erma, siapapun yang pernah belajar di AS, otaknya akan tercuci sehingga pendiriannya dapat berubah 180 derajat dengan menjadi pendukung kuat ideologi kapitalisme. “Padahal sebenarnya umat Islam telah memiliki ideologi Islam yang jauh lebih baik dibandingkan ideologi dan paham yang lain” ungkap pengajar siswa-siswa kelas super di Jakarta itu.[halim/www.suara-islam.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Jadwal sholat